Edisi 1
Interview

Home

Daftar Isi
Redaksi
Berita Utama
Artikel
Profil
Interview
Kesehatan
Humor

Doktor Hajah Nur Rofiah
 

Baru-baru ini barisan alumni PPI bertambah satu yaitu Mbak Nur yang baru melewati Sidang Disertasinya pada tanggal 1 Juni 2001. Mumpung belum terbang ke tanah air, Buletin PPI buru-buru menangkapnya untuk berkenalan lebih jauh. Berikut petikan obrolan redaksi Buletin PPI dengan Nur Abla yang dilakukan di bis, dolmus, dan lain-lain tempat.

PPI (P) : Merhaba MbakNasilsin nih?Mbak Nur (MN) : Iyiyim doong J Ya sizler..sehat-sehat aja kan?P: Gimana Mbak, rasanya udah selesai kuliahnya di Turkey? MN: Plooong persis denger beduk maghrib waktu puasa. Setelah lima tahun puasa gak ketemu saudara, gak ketemu makanan favorit, gak bisa baca koran, nonton TV, dengar radio dalam bahasa sendiri, dan dari banyak hal selama studi, eh akhirnya tiba juga saat berbuka pulang ke tanah air dan menikmatinya kembali.Mbak Nur yang nama lengkapnya Nur Rofiah dan lahir di Pemalang Jawa Tengah ini tiba di Turkey pada tahun 1996 langsung mengambil program bahasa Turki selama setahun kemudian mengambil program S2 dan S3 di bidang studi-studi keislaman Universitas Ankara dan belum pernah pulang ke tanah air hingga kini.

P: Betah sekali Mbak gak pulang selama lima tahun, apa gak kangen dengan saudara di tanah air? MN: Betah lain, kangen lain dong! Mungkin sudah terbiasa kali yaa. Kebetulan sejak lulus SD sudah hidup jauh dari saudara. Memang beda sih, hanya jauh dari saudaranya kan sama.Sejak lulus SD (1984) Mbak Nur kecil memang sudah hidup jauh dari keluarga dengan menyepi di Pondok Putri dan Madrasah Yayasan Khairiyah Hasyim Seblak Jombang Jawa Timur untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Tsanawiyah/ SMTP dan Aliyah/ SMU selama enam tahun. Setelah itu loncat ke Yogyakarta untuk mengambil Program S1 di Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta selama empat setengah tahun. Setahun kemudian menerima tawaran beasiswa ke Turkey dari salah satu Yayasan swasta Turki yang berada di Indonesia.

P: Bedanya jauh dari kelurga di tanah air dan Turki apa Mbak? MN: Banyak. Meskipun jauh dari keluarga, kalau masih di negeri sendiri tidak banyak perlu adaptasi. Terutama adaptasi budaya dan bahasa. Kebetulan saya menemukan jurusan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan sebelumnya di perguruan tinggi yang berbahasa Turkey sehingga sejak awal saya sadar bahwa kendala utama yang bakal dihadapi adalah bahasa. Bagaimana bisa belajar bahasa Turkey dari nol sehingga bisa tukar pikiran dengan dosen dan teman-teman, bisa memahami buku, berita maupun program-program Televisi. Sebelum mampu berbahasa Turkey saya seperti berada di depan pintu masuk perpustakaan yang terkunci rapat sementara saya belum tahu di mana kuncinya. Dan kunci itu adalah bahasa Turkey. Betul saja, pada umumnya kendala yang dihadapi selama kuliah bermuara pada kemampuan berbahasa Turki.

P: Terus gimana caranya bisa ngatasin kendala bahasa terutama dalam menyelesaikan tugas akhir? MN: Ini pertanyaan yang menjadi konsentrasi saya ketika memulai kuliah. Saya lebih suka pertanyaan ini daripada apakah saya bisa mengatasi kendala, karena jawabannya adalah saya harus bisa!. Gimana supaya bisa? Pada saat itu saya berpikir bahwa bahasa adalah alat komunikasi karena itu yang paling penting adalah bagaimana pesan yang ingin disampaikan bisa dipahami. Gimana ya supaya dosen bisa paham apa yang akan saya tulis dengan kemampuan bahasa ilmiah Turki yang pas-pasan? Akhirnya saya menemukan jalan yang menurut saya paling praktis di antara yang mungkin saya tempuh. Pertama, tugas saya tulis dalam bahasa Indonesia, kemudian draft tersebut saya terjemahkan sendiri ke dalam bahasa Turki. Jika draft ini langsung diajukan ke dosen, maka pasti deh butuh waktu untuk menerangkan apa yang saya maksud sementara mereka cukup sibuk. Karena itu sebelum diajukan ke dosen, terlebih dahulu saya mencari teman asli Turki yang konsens dalam tulis menulis di bidang yang sama untuk mendiskusikan pilihan kalimat yang lebih tepat. Setelah teman Turki ini paham, tentulah dosen pun akan paham pula.      

P: Puyeng juga Mbak yah, J. Boleh dong diceritakan sekilas Thesis Master dan Disertasi Doktornya, Mbak? MN: Untuk Master saya ambil judul Pendekatan Transformatif terhadap Al-Quran (Studi atas Pemikiran Masdar Farid Masudi. Isinya kurang lebih sebuah tawaran pemikiran bahwa perubahan sosial maupun perbedaan pemahaman terhadap Al-Quran mesti ditundukkan pada missi utama al-Quran yaitu kebenaran dan kebaikan yang bersifat universal, bukan pada teks-teks Al-Quran itu sendiri. Adapun judul Disertasi yang baru saja disidangkan adalah Pendekatan Integral terhadap Dimensi Manusiawi dan Ilahi Bahasa Al-Quran (Studi atas Pengaruh Karakter Bahasa Manusia terhadap Dimensi Ilahi Teks Al-Quran). Inti permasalahannya kurang lebih sebagai berikut. Karena berasal dari Allah, maka Al-Quran mempunyai dimensi ilahi. Akan tetapi karena memakai bahasa manusia, maka  al-Quran pada saat yang sama memiliki dimensi mansiawi. Kedua dimensi ini memberi sifat yang bisa jadi saling berlawanan pada al-Quran. Jika al-Quran hanya didekati dimensi ilahinya, maka al-Quran cenderung dipahami secara taken for granted. Sebaliknya jika hanya didekati dimensi manusiawinya, maka al-Quran cenderung dipahami menurut kepentingan penafsir. Pendekatan integral yang ditawarkan tak lebih adalah pendekatan Transformatif tadi.

P: Gimana ceritanya nih mbak, akhirnya kuliah selesai juga? MN: Saya diuntungkan oleh banyak faktor-faktor kebetulan yang mendukung kelancaran studi. Kebetulan jurusan yang pas bisa langsung. ditemukan, kebetulan sistem pendidikan yang diambil tidak berbelit-belit, kebetulan tidak ketemu dosen-dosen killer, kebetulan KBRI Ankara tidak angker. Ketika tiba masa menulis tugas akhir, misalnya kebetulan lagi ketemu dengan keluarga yang komputernya boleh dirampok untuk lembur seperti Keluarga Bapak Eri Bawono, Bapak Sisjugo, Bapak Purnomo dan Bapak Santo (terimakasih untuk semuanya). Walaupun punya tekad kuat jika tidak didukung oleh sarana yang memadai, saya yakin program studi akan selesai lebih lama lagi.Selama menempuh program bahasa dan S2, Mbak Nur tinggal di rumah yang berada di bawah yayasan pemberi beasiswa. Kalau libur Summer, biasanya Mbak Nur nomaden main dari rumah ke rumah di lingkungan KBRI. Ketika Yayasan tidak sanggup meneruskan beasiswa untuk S3, Mbak Nur merasa kepalang basah akhirnya melanjutkan dengan dukungan keluarga dan secara resmi tinggal bersama keluarga Sisjugo sampai dengan mereka kembali ke tanah air.

P: Faktor yang tidak kebetulan misalnya mbak? MN: Kuliah di Turkey adalah salah satu keputusan penting yang pernah diambil semasa hidup saya. Karena itu setibanya di Turkey, masalah yang banyak menyita pikiran saya adalah bagaimana caranya kuliah bisa selesai yang bisa dibilang tidak kebetulan barangkali adalah usaha untuk mengenali medan dan menyusun strategi supaya target kuliah Turki bisa segera diraih. Kayak perang ya? Namanya juga perjuangan tentu butuh strategi jitu dong

P: Ngomong-ngomong selesai kuliah mo ke mana Mbak? MN: Pulang, Inginnya sih kerja sesuai minat dan latar belakang pendidikan. Sepertinya IAIN adalah ladang yang pas untuk itu. Doain ya semoga tidak menemui kesulitan yang berarti untuk menjadi dosen di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

P: Sorry nih Mbak sedikit pribadi, kuliah mulu kapan marriednya dengan Mas C? MN:  Bekleyip goruselim, just wait n c ;

P: OK mbak, makasih neh atas berbual-bual mesranyaada pesan untuk pembaca Buletin? MN: Makasih juga.Selamat berjuang buat temen-temen mahasiswa, semoga sukses! Buat pembaca Buletin, selamat menikmati media baca baru!

Budi Z. Mustaqim

Mahasiswa Matematik, Universitas Marmara