Edisi 2
Interview

Home

Daftar Isi
Redaksi
Berita Utama
Artikel
Interview
Kesehatan
Suplemen 1
Suplemen 2
Humor

Ibu Susilamiati Dogan
 

Siang itu sekitar pukul 14.10 reporter buletin, Sulama K Ijaya, menelepon Ibu Susilamiati Hotama yang berkediaman di Besiktas, Istanbul, untuk dimintai kesediaannya diwawancarai sebagai profil buletin PPI bulan ini.  Dengan singkat dengan kultur ke-Indonesiannya Ibu Susilamiati Hotama menjawab dengan singkat Silahkan Sulama datang bisa datang kapan saja Berikut cuplikan obrolan ringan selama 20 menit bersama  Ibu Susilamiati Hotama.

Sulama: Apa kabar Mbak Susi? Mbak Susi: Baik-baik saja,hidup ini kan tinggal menjalani saja!!!!

Sulama: O ya,  ngomong-ngomong, bagaimana bisa dapet jodoh dari Istanbul, Turki ini? Mbak Susi: Waduh pertanyaannya bagus deh (sambil menjawab sesekali mengajari bahasa Inggris putranya yang kedua, Salim Dogan 3,5 thn disamping menghibur putrinya yang cantik dan manis Iva Dogan dalam pangkuannya yang masih berumur 7,5 bulan). Yang namanya jodoh, kalau memang sudah pas dan cocok waktu termasuk momentnya, ya jadi aja, kan? Sewaktu saya kuliah di California State University of Los Angel spesialis ICU selama dua tahun, di sanalah kami menyatukan dua hati yang terpisah. Kini kami sudah menyatu dan saling memiliki. Akhirnya pada tahun 1993 kamipun sepakat dan menikah di Jakarta.

Sulama: Bagaimana tanggapan dari keluarga Mbak Susi? Mbak Susi: Keluarga saya adalah bukan keluarga yang konservatif, apalagi masalah pendamping hidup, terserah kepada kami. Apalagi saya kan saat itu telah dewasa secara umur dan bathin. Saudara saya juga ada yang menikah dengan non WNI, itu juga ortu tak ikut campur sama sekali. Intinya yang realitis saja, kan?

Sulama: Jadi, dalam keluarga Mbak Susi perbedaan kultur itu sudah menjadi hal yang biasa, ya? Mbak Susi: Ya bukannya biasa, kan sudah saya katakan, hidup ini jalani saja. Memang dulu setelah saya diajak ke Istanbul, selama 3 tahun setelah pernikahan,saya sendiri tidak kepingin pulang ke Indonesia karena ingin sekali belajar kultur Turki secara langsung, termasuk bahasa Turki, walaupun bahasa Inggris sudah bisa menjadi jembatan komunikasi antara saya dengan suami khususnya. Tapi mengetahui bahasa setempat (bahasa Turki) alangkah lebih baik, bukan?  Dan hasilnya saya rasakan betul saat ini. Dengan menguasai percakapan bahasa Turki, maka pesan yang kita sampaikan atau disampaikan bisa dimengerti dan dipahami. Dan yang lebih penting juga secara psikologis kita tahu posisi kita sebenarnya. Jadi bukan seperti bayi atau anak kecil yang belum bisa memahami pesan secara komplit.

Sulama: Kapan terakhir berlibur ke Indonesia, Mbak?` Mbak Susi: Saya dan suami saya telah sepakat, selama materi tamam dan mudah-mudahan mendukung, kami akan berkunjung ke Indonesia setiap tahunnya, dengan maksud, memperkenalkan tentang Indonesia secara langsung kepada anak-anak kami. Dan itu kami yakin akan bermanfaat sekali salah satu proses perkembangan mereka. Terakhir kami berkunjung ke Indonesia tahun 2000.

Sulama: Mbak Susi sebelum ke Amerika pernah bekerja? Mbak Susi: Sebelum ke Amerika saya pernah bekerja di RS St.Carolus selama 9 tahun.Dari sanalah saya dikirim ke California State University.

Sulama: Selama ini suami Mbak Susi (Atilla Dogan) sibuk dimana aja? Mbak Susi: Hingga sekarang masih menyibukkan diri di perusahaan UNILEVER, sebagai tenaga ahli komputer. Dalam waktu luangnya bermain bersama anak-anak,disamping menghibur diri dengan gitarnya.

Sulama: Putri Mbak yang pertama namanya siapa? Mbak Susi: Hafize Ebru Dogan yang telah berumur 7.5 tahun duduk di SD kls 2. Disamping mampu berbahasa Turki,Hafize dan Selim mampu berbahasa Inggris dan Indonesia sedikit-sedikit.

Sulama: Apa komentar Mbak Susi kalau ada mahasiswa yang menikah dengan orang Turki?` Mbak Susi: Ya kalau sudah menemukan pasangan yang pas dan cocok tak perlu dikomentari, bukan? Hanya saja sebelum memasuki pintu pernikahan padukan dulu niat dan dengan apa  dan kemana mau mengarungi kehidupan ini.Itu perlu diperhatikan sekali. Maksud saya kenali dan ketahui betul calon suami, jangan sampai bersetatus DKI (Dibawah Ketiak Ibu). Payah kan nantinya,kalau setiap ada masalah dan keputusan selalu kembali ke Ibunya. Berabelah!!! Secara pribadi juga ikut senang. Dengan demikian komunitas masyarakat  kitakan semakin bertambah dan asyik, walaupun saya pribadi sudah bisa beradaptasi di sini dengan baik.

Sulama: Ngomong-ngomong, berapa sih jumlah masyarakat Indonesia di Istanbul yang ikut aktif dalam acara kumpul-kumpul yang diadakan secara rutin di Istanbul ? Mbak Susi: Cukup banyak, dan acara kumpul-kumpul ini sebenarnya nerawal dari Acara Pertemuan Masyarakat Indonesia tahun lalu pada bulan Mei di Ortakoy red: (yang diprakarsai pihak KBRI). Secara pribadi saya sangat berterima kasih kepada KBRI.

Sulama: Lalu apa Follow up nya setelah diadakan acara tersebut? Mbak Susi: Akhirnya kita (ibu-ibu) mengadakan arisan bulanan keliling sebagai sarana untuk mempertemukan kita.Dan saya senang sekali kalau KBRI bisa mengadakan pengarahan lagi seperti acara tahun lalu.

Sulama: Tuk terakhirnya kali, apa pesan Mbak Susi buat PPi dan buletin perdana kita? Mbak Susi: Ya pokoknya jangan sampai lupa sebagai pelajar disamping berorganisasi. Harapan saya PPI bisa menjadi jembatan penyambung antara masyarakat kita dengan KBRI, bukan begitu???? (Iya dong.,red). Dengan terbitnya buletin perdana PPI bagaikan angin segar yang hadir di hadapan saya. Dan mudah-mudahan kesegaran itu tetap berlanjut untuk berikutnya. Dengan adanya buletin itu juga sebagai salah satu bukti eksistensi PPI Turki dan kekompakan para anggotanya. Selamat buat PPI, ya!!!!Demikianlah cuplikan obrolan ringan reporter buletin kita bersama Mbak Susi. Akhirnya reporter kita pun buru-buru menutup obrolannya, karena hidangan dari Mbak Susi yang udah siap untuk disantap. Terima kasih Mbak Susi, Mudah-mudahan tetap berbahagia di hari ulang tahun kemerdekaan RI ke 56.

Sulama Karta Ijaya

Mahasiswa Sosiologi Universitas Miamar Sinan.