Edisi 3
Liputan Khusus

Home

Daftar Isi
Redaksi
Berita Utama
Lanjutan Berita
Artikel 1
Artikel 2
Interview
Liputan Khusus
Kesehatan
Humor

PUTAR FILM PPI
 

Film ini cukup memuaskan ujar ibu Endang Hadiprawira, ketua Dharma Wanita KBRI Ankara, seusai pemutaran film The Year of Living Dangerously pada hari Rabu, 26 Agustus 2001. Beliau kemudian juga menuturkan bahwa beliau sudah lahir dan duduk di bangku sekolah dasar pada saat pergolakan politik yang diceritakan dalam film itu terjadi.

Acara pemutaran film bersama ibu-ibu Dharma Wanita dan PPI Turki yang berlangsung di kediaman salah satu homestaff KBRI Ankara, Bapak IGG.Raka Sutarja ini berlangsung sangat meriah dan mengasyikkan. Acara yang diadakan bertepatan dengan jam makan siang  ini diawali dengan makan siang bersama ibu-ibu dan PPI Turki. Hidangan makan siang yang benar-benar menggoda selera makan, Soto Ayam plus sambal super pedas, menjadi pembuka acara yang enak untuk menonton film. Walaupun begitu kita menghimbau untuk tidak makan terlalu banyak. Takut nanti malah ketiduran waktu nonoton film J. Ibu-ibu yang lain pun juga turuti meramaikan sajian makanan dengan membawa berbagai makanan kecil.

Setelah acara makan siang,seluruh ibu-ibu Dharma Wanita dan PPI berkumpul di ruang televisi. Di ruangan itu satu set DVD player milik bapak Purnomo A Chandra telah siap untuk dioperasikan. Mas Heru sebagai Ketua Koordinator Acara memberikan penjelasan singkat berdasarkan resensi film yang telah ada di buletin PPI edisi khusus Agustus 2001. Even pemutaran film ini masih sangat relevan untuk memeriahkan pesta kemerdekaan negara kita tercinta, Indonesia. Dari film ini, bukti-bukti sejarah yang otentik dapat kita ketahui karena kondisi negara kita waktu itu benar-benar diekspos apa adanya oleh media barat yang nota bene adalah media yang cukup obyektif dalam pengungkapan peristiwa-peristiwa bersejarah.

Di produksi pada tahun 1983, film ini banyak mengambil shot di Filipina. Ijin shot di beberapa lokasi di tanah air tidak mendapat ijin dari pemerintah yang berkuasa karena memang film ini berisi beberapa cuplikan sejarah yang sengaja ditutupi oleh pemerintah yang sedang berkuasa demi kelanggengan kekuasaan. Hal ini dibenarkan oleh ibu Endang Hadiprawira bahwa pada masa Orba banyak sekali peristiwa-peristiwa bersejarah yang diputar balikkan. Selain tidak mendapat ijin shot, film ini juga tidak mendapat ijin putar di bioskop-bioskop tanah air. Menurut Ibu Runi yang baru saja pulang ke tanah air, ijin putar film ini sudah keluar akhir-akhir ini diera reformasi dan keterbukaan.

Ibu-ibu Dharma Wanita dan PPI menyaksikan film dengan suasana sersan(serius dan santai) di temani berbagai makan kecil, kopi dan teh. Yang lebih membuat ibu-ibu senang adalah bintang film yang sangat ganteng, Mel Gibson, yang juga baru saja main di The Patriot. Sesekali terdengar ibu-ibu berkomentar wah negara kita waktu itu benar-benar menyedihkan. Antri sembako dan banyak anak-anak terlantar. Ada juga ibu- ibu yang kembali teringat suasana Jakarta di tahun 65-an. Beberapa dialog dalam bahasa Indonesia juga bisa kita dengarkan. Yang lucu adalah ketika orang-orang asing itu menuturkan beberapa kalimat dalam bahasa Indonesia yang bagi kita terdengar sangat lucu.

Tokoh sentris dalam film ini yaitu Billy Kwan (Linda Hunt) bermain sangat mengesankan. Ibu Runi dan Ibu Lena yang pernah menonton beberapa film-filmnya sangat terkesima dengan watak yang di perankannya. Dalam film ini, dia berperan sebagai seorang blasteran Indonesia-Inggris. Walaupun begitu, nasionalismenya sebagai warga negara Indonesia patut kita acungi jempol. Dengan kemampuan bahasa Inggrisnya dia mencoba untuk membantu negaranya yang sedang kacau. Dia menghubungi media-media barat untuk berusaha menunjukkan keadaan sebenarnya bangsa Indonesia waktu itu terutama kesejahteraan rakyat yang sangat menyedihkan. Kondisi fisik, kerdil, tidak membuat ia minder untuk berjuang walaupun cemoohan-cemoohan pun kerap kali ia terima. Di ceritakan pula bahwa ia sangat perhatian dengan kondisi kesehatan seorang bocah yang sedang sakit parah tapi tidak terurus karena biaya untuk dokter dan obat tak ada. Dia kemudian memberi sejumlah uang untuk ibu bocah itu tapi tetap saja nyawa bocah itu tak tertolong. Film ini juga menggambarkan bagaimana sepak terjang wartawan dalam usahanya untuk meliput berita-berita yang aktual. Kesabaran dan resiko nyawa karena kondisi negara yang sedang diliput adalah negara yang sedang bergolak malah menjadi sebuah tantangan bagi mereka.

Berdurasi kurang lebih dua jam, film ini berjalan sangat lancar karena kaset film ini yang memang benar-benar asli, di pesan langsung melalui internet. Seusai film ini acara dilanjutkan dengan obrolan ringan bersama ibu-ibu Dharma Wanita dan PPI Turki. Bagi ibu Endang Hadiprawira, Ibu Rossalis dan ibu Rusdoyo yang waktu itu benar-benar menyaksikan dan merasakan pergolakan yang terjadi di tanah air benar-benar bermemori setelah menyaksikan film ini. Mereka menuturkan bahwa mereka juga mendapat imbas yang kurang menyenangkan setelah peristiwa itu. Pada saat itu mereka harus menjalani sekolah selama satu setengah tahun untuk bisa naik kelas. Obrolan pun berkembang ke masalah kerusuhan-kerusuhan yang pernah terjadi di negara kita. Ibu Ade Hasibuan mengawali pembicaraan dengan mengatakan bahwa ibu beliau telah menyaksikan dan merasakan bagaimana kondisi negara yang sedang kacau dari jaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang pemberontakan G 30 S/PKI dan yang terkhir adalah peristiwa penggulingan Orba tahun 1998 kemarin. Menurut Ibu Endang Hadiprawira, dari keempat kerusuhan itu, kerusuhan yang paling mengerikan dan menakutkan adalah kerusuhan tahun 1998 kemarin.Menurut beliau, rakyat sudah tidak takut lagi dengan ABRI. Mereka benar-benar menjadi sangat buas dan tidak bisa di kontrol lagi.

Obrolan akhirnya berakhir. Ibu-ibu mulai banyak yang pamit karena jam sudah menunjukkan jam lima sore. PPI pun juga berpamitan kepada seluruh ibu-ibu Dharma Wanita dan mangucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Raka atas segala fasilitas yang disediakan untuk memperlancar progran PPI ini.  Ibu Rossalis mengusulkan agar film ini juga dapat ditonton oleh bapak-bapaknya.

Boleh juga usulnya buJ  

Yani Awalia Indah

Mahasiswa Psikologi Middle East Technical University